Berbeda bukan berarti tidak bisa bersatu. Sebuah kalimat yang menggambarkan keluarga kecil Mbah Dulsamin dan istrinya, Rakub. Mereka hidup dengan harmoni di tengah perbedaan dalam keluarganya. Potret moderasi beragama sesungguhnya dapat dilihat jelas, menjadi contoh nyata tetap berangkulan dalam keragaman.
Mbah Dulsamin dan istrinya sendiri beragama Hindu. Namun, tiga dari lima anaknya memilih jalan hidup berbeda. Dua orang memilih menjadi seorang muslim, dan satu orang menjadi Nasrani.
“Kita memang punya agama yang kita yakini, tetapi kita tidak bisa memaksa anak–anak kita memilih jalan yang sama dengan kita. Mereka hidup masing–masing, dan kita masih bisa menjalani kehidupan yang rukun,” tutur Mbah Rakub, kepada Tim Bimas Islam, Sabtu (8/7/2023).
Pasangan yang sudah menikah puluhan tahun itu tetap menyayangi anak–anaknya, meski anak–anaknya memilih jalan yang berbeda. Sebab, mereka yakin, tidak ada agama yang mengajarkan keburukan.
“Mau agamanya Hindu, Kristen, Islam, kita tetap bisa rukun. Semua agama tidak ada yang mengajarkan keburukan, semuanya mengajarkan kebaikan,” papar Mbah Dulsamin sembari menawarkan kopi sore di teras halaman rumah sederhananya.
Warga Dusun Umbulrejo, Desa Sidodadi, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang itu kemudian memberi nasihat agar anak–anak muda tetap mengedepankan kebersamaan, saling menghargai, dan bersikap toleran.
Seperti diketahui, Dusun Umbulrejo menjadi salah satu Kampung Moderasi Beragama yang di–launching Kementerian Agama pada 18–19 Mei 2022 lalu. Selain keluarga Mbah Dulsamin, masyarakat Umbulrejo lainnya juga terus membangun harmoni di tengah perbedaan agama.
Di dusun ini juga berdiri sebuah pendopo sederhana yang digunakan sebagai sarana yang bebas digunakan semua agama. Misalnya, dijadikan tempat selawatan bagi umat Islam, menyanyikan lagu rohani bagi pemeluk Nasrani. Setiap pekan, seluruh warga dengan latar belakang agama berbeda berkumpul di pendopo untuk berdoa bersama.