Di kaki gunung Semeru, tepatnya di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, berdiri tegak Pura Madhara Giri Semeru Agung. Pura seluas 1,4 hektar itu ramai dipadati warga, Minggu (9/7/2023).
Dibangun pada 1970, Pura Madhara Giri Semeru Agung menjadi salah satu tempat ibadah umat Hindu yang dituakan di Indonesia. Sehingga, tiap tahun, umat Hindu dari berbagai daerah di Indonesia datang untuk beribadah.
Keistimewaan pura ini tak hanya dilihat dari lokasinya yang strategis, atau sejarah panjang yang melekat di dalamnya. Pura ini juga menjadi istimewa, sebab di sana terlihat jelas kerukunan antarumat beragama.
Tokoh Agama Hindu, Edy Sumianto mengatakan, pura ini berdiri di tengah mayoritas muslim. Namun, umat Hindu bisa dengan tenang melaksanakan ibadahnya.
“Pura ini berdiri di tengah mayoritas muslim. Kalau bukan karena toleransi, kegiatan ibadah kami yang seperti ini tidak akan bisa terjadi. Karena sikap toleransi yang ditunjukkan warga muslim di sini, kami bisa menjalankan ibadah dengan tenang,” tuturnya kepada wartawan Bimas Islam (9/7).
“Jika umat Hindu dari daerah lain berkunjung ke sini, mereka akan menginap di rumah orang muslim. Pengamanan dan ketertiban juga dibantu oleh warga muslim di sini. Jadi, moderasi beragama benar–benar terwujud,” sambungnya.
Ia pun menyayangkan, jika kerukunan umat yang sudah bertahun–tahun dibangun, dinodai dengan narasi–narasi yang memecah belah oleh oknum–oknum tertentu.
“Keberagaman ini, kalau tidak kita jaga dengan saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain, maka perpecahan yang akan ditimbulkan. Sehingga moderasi beragama sangat penting bagi kami masyarakat Senduro, yang penduduknya sangat beragam,” ungkapnya.
Diketahui, Desa Senduro merupakan salah satu Kampung Moderasi Beragama yang di– launching oleh Kementerian Agama pada 18 Oktober 2022 lalu. Selain Pura Madhara Giri Semeru Agung, di sana terdapat rumah ibadah umat Kristen bernama Gereja Solaria, dan Masjid Baitussalam untuk umat Islam. Umat beragama di sana bisa menjalankan ibadahnya masing–masing, bahkan saling bergotong royong dan membantu.
“Sikap moderasi beragama di Desa Senduro ini sudah berjalan sejak dulu, diajarkan oleh leluhur–leluhur kami. Karena kami merasa masih saudara. Masih ada satu nasab di antara kami. Sehingga, walaupun kami berbeda agama, berbeda suku bangsa, kami tetap rukun. Ikatan persaudaraan inilah yang mengikat kami warga Desa Senduro sebagai Kampung Moderasi Beragama,” tandasnya.
Mr
*Fotografer: Shandry F. Nanere