" " scentivaid.com kementerianagamabimasislam.blogspot.com trandindo.blogspot.com diyusyakonveksijakarta.blogspot.com tokokarikaturblogspot.com
Toleransi Beragama: Pemuda yang Belum Log-in Tapi Hafal Al-Fatihah
Recipes Media Opinion

Toleransi Beragama: Pemuda yang Belum Log-in Tapi Hafal Al-Fatihah

Toleransi Beragama: Pemuda yang Belum Log-in Tapi Hafal Al-Fatihah

April tahun 2023, untuk pertama kalinya aku mendapat kesempatan menjejakkan kaki di pusat pemerintahan, Jakarta. Kota yang tak pernah lelap dalam peraduan. Kota yang penuh dinamika dan kesibukan, menyambutku dengan segala hiruk-pikuknya. Gedung-gedung pencakar langit berderet bagai pagar rapat, lalu lintas yang padat, fasilitas modern, semuanya memberi kesan mendalam. Untuk itu, aku menemukan kesempatan untuk menuliskan pengalaman hidup di tengah perbedaan, memintal kata demi kata untuk membeberkan bagaimana keindahan toleransi dan rasa saling menghargai, yang kian memudar bagaikan bulan kesiangan di tengah gelombang kuat modernitas.

Menuliskan tentang topik bertajuk “Toleransi Beragama” tidak semudah mengedipkan mata. Banyak dari kawan sejawat meragukan kemampuanku untuk melakukannya dalam satu tarikan pena. “Apakah kamu yakin bisa menuliskan tentang topik itu?” Tanya salah seorang kawan (sebut saja namanya Melati).

Pertanyaan itu tentu saja seperti lonceng berdentang dalam jiwa, membuatku merenung sejenak. Namun, aku yakin bahwa melalui pengalaman pribadi dan pengamatan sehari-hari, aku dapat memberi gambaran yang autentik tentang bagaimana toleransi bekerja di tengah masyarakat yang majemuk.

“Ya, aku sanggup, walaupun hanya bisa menceritakannya dari pengalaman pribadi yang terbatas,” jawabku.

***
Berangkat saat matahari mulai mengintip dan pulang saat matahari tenggelam, begitulah rutinitas sehari-hari yang aku jalani sebagai seorang penyambung lidah publik, jurnalis di Kementerian Agama RI. Pagi hari dimulai dengan hiruk-pikuk perjalanan menuju kantor, menembus kemacetan yang seolah tak pernah tidur. Kendati, setiba di sana, aroma kopi yang menguar menjadi karib setia menyambut hari yang baru.

Setiap langkah kaki membawaku lebih dekat pada cerita-cerita yang menanti untuk diungkap. Berkas-berkas laporan dan catatan rapat memenuhi meja kerjaku, seolah menyimpan rahasia yang siap untuk diungkapkan. Setiap hari, ada cerita yang menunggu untuk ditulis, dari program-program yang berusaha meningkatkan kualitas layanan keagamaan hingga upaya-upaya membangun toleransi antarumat beragama.

Kadang, profesi yang kulakoni membawaku ke pertemuan-pertemuan penting, di mana aku harus sigap menangkap setiap kata dan gestur, menelusuri makna di balik kebijakan yang sedang digodok. Suara ketikan keyboard laptop, percakapan hangat dengan narasumber, dan perasaan lega saat berita akhirnya tersiar, semuanya menjadi bagian tak terpisahkan dari hari-hariku.

***
Senin, 3 April 2023 sore itu, saat menjalani tugas jurnalistik, pandanganku tertuju pada seorang pemuda yang rupanya menjadi rekan kerja. Dari parasnya sedikit brewokan yang terkesan misterius dan kulitnya tidak terlalu menyala, aku bisa menebak bahwa dia berasal dari Timur Indonesia. Meskipun, kerap ia menggunakan sapaan “loe” dan “gue” dalam setiap obrolannya. Yah, ia lahir di Ternate.

Toleransi Beragama: Pemuda yang Belum Log-in Tapi Hafal Al-Fatihah
Toleransi Beragama: Pemuda yang Belum Log-in Tapi Hafal Al-Fatihah

Dengan gerakan lambat dan penuh perasaan, ia merogoh saku jaketnya yang lusuh, mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakan sebatang. Asap rokok perlahan membumbung ke udara, menciptakan tirai tipis di sekitar wajahnya. Lelaki itu menikmati setiap hisapan, matanya terpejam seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Menariknya, saat itu adalah bulan puasa, bulan yang sangat sakral bagi umat Islam. Aku seperti katak dalam tempurung yang masih asing dengan dunia kerja di Kementerian Agama RI, aku cukup kaget ketika melihat pemuda itu merokok. Dalam hati, aku bertanya-tanya, “Mosok iya sih, kerja di Ditjen Bimas Islam (Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam) tapi tidak berpuasa?” Tanyaku.

Informasi yang mengejutkan baru aku ketahui saat salah seorang rekan kerja lainnya memberi tahu bahwa Shandry F. Nanere, pemuda yang kutemui, adalah seorang Kristen. “Wow,” pikirku. Dalam sekejap, pandanganku berubah. Aku tidak tahu apa-apa tentang latar belakang atau keyakinannya. Rupanya, aku salah menilai seseorang. Aku terlalu cepat menghakiminya. Aku terjebak oleh penampilan dan prasangka.

“Sungguh bodoh diriku,” ucapku.

Ini adalah kali pertama aku harus bekerja sama dalam pekerjaan dengan seorang Kristen. Bukankah ini menarik? Dia satu-satunya orang Kristen yang bekerja di Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI. Meskipun begitu, dia pernah bercerita bahwa sebelumnya ada teman sejawat yang juga beragama Kristen. Di sinilah, Moderasi Beragamaku diuji. Apakah aku bisa menunjukkan toleransi terhadap perbedaan atau justru aku akan menjadi fanatik dalam keberagamaan? Pengalaman ini membuka mataku untuk lebih memahami dan menghargai keragaman.

Aku tidak pernah menduga akan dipertemukan dengan seorang teman yang memiliki keyakinan berbeda. Sungguh sangat menyala abangku.



***
Seiring berjalannya waktu, perbincangan kami tidak lagi terbatas pada urusan kerja. Kami sering bertukar cerita tentang kehidupan, keluarga, dan tentunya, keyakinan masing-masing. Shandry adalah seorang yang sangat terbuka dan penuh rasa ingin tahu. Dia sering menanyakan tentang Islam dengan penuh rasa hormat, begitu juga aku, yang ingin tahu lebih banyak tentang kekristenan.

Setiap percakapan kami seperti menjelajahi samudra kebijaksanaan yang luas dan dalam. Aku selalu kagum pada cara Shandry mendekati topik-topik sensitif dengan hati-hati. Dia mendengarkan dengan seksama setiap penjelasanku tentang ajaran Islam, dan aku pun melakukan hal yang sama ketika dia berbicara tentang ajaran Yesus.


Dengan mata yang berkilau penuh harapan, aku berkata, “Indonesia ini akan menjadi surga dunia jika semua manusia di belahan bumi mana pun bisa bersikap seperti kita berdua Shan.”

Shandry tersenyum hangat, lalu menjawab dengan nada yang penuh kehangatan, “Bener Yu. Gue setuju pemikiran loe. Dalam ajaran Yesus, kami diajarkan untuk mengasihi sesama, termasuk mereka yang berbeda agama. Makanya gue sangat sepakat dengan gagasan Moderasi Beragama,” ujar Shandry sembari menunjuk ke arahku, memperkuat ucapanku.

Sejumlah fakta mengejutkan tentang Shandry akhirnya tersingkap satu demi satu. Fakta pertama, ternyata ia berasal dari keluarga yang terdiri dari berbagai latar belakang agama: Kristen, Katolik, Islam, Buddha. Pemandangan yang jarang terlihat, sebuah keharmonisan yang menembus batas-batas agama.

Fakta kedua yang membuatku tercengang adalah kebiasaannya mengunjungi Masjid Istiqlal. Shandry kerap berada di sana, bahkan pada momen hari raya Idulfitri dan Iduladha, meskipun ia bertugas sebagai kameraman. Di daerahku di Sulawesi, hal ini sangat tabu. Di sana, sesama Muslim pun terkadang tidak diizinkan masuk masjid jika berbeda aliran, apatah lagi berbeda agama. Namun, Shandry menunjukkan bahwa masjid bisa menjadi tempat terbuka bagi siapa saja, termasuk mereka yang beragama Kristen.

Fakta ketiga yang tak kalah menarik. Ia hafal surah Al-Fatihah meskipun tajwidnya kacau. Ironis bukan? Selain itu, ia rajin mengucapkan salam saat masuk kantor dan beristigfar ketika terkejut. Meskipun di saat-saat tertentu, kata-kata kasar juga kadang keluar dari mulutnya, “Ah, binatang,” celotehnya menambah warna dalam kepribadiannya yang unik.

Dua hari yang lalu, dalam obrolan santai di ruang kerja, aku penasaran dan bertanya padanya, “Kapan loe bisa log-in, Shan? Password-nya udah loe pegang, tinggal pencet tombol OK saja.” Tanyaku.

Shandry tertawa lalu mengulang kata pamungkasnya, “Ah, binatang.”

Keberadaan dan segala tingkah lakunya yang unik, telah membuka mataku bahwa hidup ini penuh dengan kejutan indah jika kita mau melihatnya dengan hati yang terbuka. Dia bukan hanya seorang teman kerja, tetapi juga guru yang tak terduga, yang mengajarkan bahwa keharmonisan dan penghargaan terhadap perbedaan adalah kunci untuk hidup berdampingan dengan damai.



Semakin ke sini, aku makin memahami bagaimana saling menghormati dan menghargai perbedaan yang ada. Keberagaman ini lebih dari sekadar tantangan, melainkan menyata bagai intan yang terpendam, memberi nilai bagi yang menemukannya pada setiap inci kehidupan.

Aku ingin memperkuat alasan ini dengan sebuah ulasan singkat, “Gagasan Moderasi Beragama (termasuk Toleransi bagian dari 9 prinsip Moderasi Beragama Kemenag) adalah ikhtiar untuk menjaga harmoni di tengah keragaman, memastikan bahwa kebebasan beragama dijalankan dengan penuh tanggung jawab, agar membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Jadi, bukan sekadar konsep, tetapi cahaya penuntun yang memandu bangsa ini menuju kehidupan yang harmonis dan sejahtera,” begitu sering aku mendengar ulasan ini dari Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, di berbagai forum yang kuhadiri. Pandangan ini telah tertuang dalam pengantar buku “Moderasi Beragama Perspektif Bimas Islam” tahun 2022.

Aku selalu terkesan mendengarnya. Apatah lagi, Moderasi Beragama kini telah menjadi kebijakan prioritas Kementerian Agama RI. Ini adalah salah satu dari tujuh program utama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang akrab disapa Gus Men. Seluruh unit dalam kementerian giat melakukan sosialisasi, diseminasi, dan internalisasi Moderasi Beragama. Melalui Peta Jalan Moderasi Beragama yang telah disusun, program prioritas ini menjadi mandatori bagi semua pihak dalam RPJMN 2020-2024.

Aku melihat bagaimana upaya ini diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan. Dari seminar, workshop, hingga dialog antarumat beragama, semuanya bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moderasi. Setiap lapisan, dari pejabat hingga masyarakat umum, diajak untuk menghayati dan mengamalkan moderasi dalam kehidupan sehari-hari.

Di balik setiap langkah kecil yang diambil, ada mozaik besar yang menjadikan Indonesia sebagai rumah bagi semua, tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau budaya. Gagasan Moderasi Beragama membimbing kita untuk menciptakan kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

@Wahyu Mho aja

About Author

priyambodo

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *